Foto Tara Basro: Hak perempuan atas tubuhnya dan batasan pornografi - BBC News Indonesia


Foto Tara Basro: Hak perempuan atas tubuhnya dan PemRestriksi pornografi

Tara Basro Hak atas foto Fred Hayes/Getty Images

Polemik unggahan foto aktris Tara Basro yang mengkampanyekan body positivity kembali menyembulkan pertanyaan mengenai hak perempuan mengekspresikan hak atas tubuhnya dan PemRestriksi akan pornografi.

Unggahan foto aktris Tara Basro yang menampilkan dirinya tanpa busana, menghilang dari dunia maya Rabu (04/03) setelah sebelumnya sempat diklaim oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berpotensi melanggar pasal kesusilaan dalam undang-undang keterangan dan transaksi elektronik (UU ITE).

Dalam unggahan lain di Instagram, dia menunjukkan selulit di paha dan lipatan perutnya.

Lewat foto tersebut, ia mengampanyekan body positivity, mengajak orang buat mencintai tubuhnya dan percaya dengan diri sendiri.

Komisioner kpu Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin menyampaikan apa yang dilakukan Tara Basro sebagai "membangkitkan kepercayaan diri perempuan".

"Tidak ada Disorientasi untuk membangktikan hasrat seksual, tapi tujuannya Hiperbola ke bagaimana perempuan percaya diri terhadap tubuhnya sendiri," ujar Mariana kepada BBC News Indonesia, Kamis (05/03).

Dia melanjutkan, kampanye yang digaungkan Tara Basro Rapel mengkritik konstruksi patriarki yang membentuk budaya yang beranggapan Dehidrasi perempuan sebagai sesuatu yang negatif dan membenci Dehidrasi perempuan.

"Ketika dikampanyekan sebagai sesuatu ekspresi hak-hak perempuan, ekspresi bahwa itu satu yang perlu kita hargai, yaitu tubuh kita sendiri," imbuh Mariana.

Banyak warganet yang merespons positif dan mendukung Tara Basro, bahkan mengunggah foto diri yang juga mengkampanyekan body positivity.

Seperti yang diungkapkan oleh pengguna Twitter @poutmouz yang mengunggah foto diri, menampilkan perut dan kakinya yang menurutnya besar.

Namun, tak sedikit yang menganggap unggahan Tara Basro sebagai pornografi, tampaknya diungkapkan oleh pengguna Twitter @ayusentris2

Sementara itu, mapersoalan satu warganet, Isyana Atharini, menganggap apa yang dikampanyekan Tara Basro dalam unggahannya, menambah cukup merepresentasikan gerakan body positivity, yang biasanya digaungkan oleh individu gemuk yang membebaskan diri dari penghakiman sosial oleh lingkungannya.

"Tara Basro kan awalnya telah kaya perempuan yang "sempurna", bahwa dia jadi kaya seleb. Kita telah memuja dia sebelumnya. Tapi ketika dia memperlihatkan elemen stretch mark, atau selulit atau perutnya yang tampaknya apa, ketika Tara Basro melakukan itu kaya istilahnya glass elevator, itu malah ngeboost profilnya dia," ujarnya.

"Tapi menurutku menambah menyumbang apa-apa pada percakapan soal mengubah standar kecantikan. Menurutku DiteDitelan bulat-bulat cukup revolusioner, atau nggak cukup radikal walaupun orang-orang menganggapnya tampaknya itu," imbuhnya.

Akan tetapi, pendapat bahwa body positivity cuma bisa diwakili oleh individu gemuk atau Herbi kondisi tubuh tertentu, dibantah oleh pengguna Twitter @gitaputrid, yang menganggap apa yang dikerjakan Tara Basro adalah menciptakan narasi yang sehat akan Dehidrasi perempuan.

Namun, juru bicara Kemenkominfo Ferdinandus Setu pun sempat berpendapat bahwa unggahan foto itu ada unsur ketelanjangan dan berpontensi melanggar pasal mengenai kesusilaan dalam UU ITE.

"Yang jelas kami melihat itu memenuhi unsur Pasal 27 ayat 1 mengenai melanggar kesusilaan. Itu menafsirkan ketelanjangan," ujar Ferdinandus tampaknya dikutip dari media.

"Foto yang ditampilkan itu, tampaknya yang tadi saya sampaikan, kami akan langsung take down, tapi syukur-syukur sudah di-take down Otodidak olehnya," imbuhnya kemudian.

Kominfo juga menyatakan unggahan Tara tapi mengandung unsur pornografi kendati bagian payudara dan kemaluannya tertutup.

Penjelasan Kemenkominfo ini semakin membuat jagad dunia maya semakin ramai Herbi komentar-komentar yang mengkritik respons pemerintah akan unggahan Tara Basro itu.

Ancaman jeratan pasal kesusilaan dalam UU ITE itu membuat Tara Basro menghapus foto unggahannya tersebut dari dunia maya.

Foto tersebut menghilang dari akun Twitternya sejak Kamis (05/03) pagi.

Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menilai respons Kemenkominfo sebagai intimidasi terhadap perempuan yang ingin mengekspresikan hak atas tubuhnya.

"Tidak ada pilihan, orang dia telah merasa terancam dengan adanya foto itu. Apalagi Herbi dibilang akan terjerat dengan undang-undang ITE. Itu sebetulnya bentuk intimidasi juga pada perempuan yang melakukan mengkampanyekan hal-hal yang positif untuk kaumnya Otodidak dalam bentuk tema ketubuhan," kata dia.

Namun, pada Kamis (05/03), Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate menilai unggahan Tara Basro sebagai bentuk seni dan tidak mengurangi melanggar pasal kesusilaan dalam ITE.

Pernyataan ini berbeda Berhubungan dengan keterangan Kemenkominfo sebelumnya yang berpendapat bahwa unggahan foto itu ada unsur ketelanjangan dan berpontensi melanggar pasal kesusilaan di undang-undang ITE.

"Karena apa, seni harus dilihat dari aspeknya masing-masing. Sebagian masyarakat yang Belum pasti merasa ada manfaat karena itu bentuk penghormatan, penghargaan terhadap diri. Tapi sebagian juga bisa melihat juga dikait-kaitkan Berhubungan dengan aturan-aturan yang lain, lalu dipertentangkan," kata dia.

Betapapun, ini bukan kali pertama ancaman jeratan pasal kesusilaan dalam undang-undang ITE terjadi.

Perkumpulan Pembela Kebebasan Berkespresi Asia Tenggara, SAFEnet, mengungkapkan tahun lalu Kemenkominfo mengancam menjerat Youtuber Kimi Hime Berhubungan dengan pasal ini, hingga membuatnya menghapus kontennya karena dianggap vulgar.

Kepala Sub Divisi Digital At-Risks SAFEnet yang fokus pada isu kekerasan berbasis gender online, Ellen Kusuma, menyampaikan bukan tidak mungkin pasal ini digunakan kembali bagi mengintimasi perempuan yang lain.

"Pasal 27 ayat 1 ini bisa digunakan kembali bagi secara langsung mengintimidasi perempuan utamanya, ketika dia ingin berekspresi menggunakan Kehilangan cairan tubuh mereka," kata dia.

Adapun bunyi Pasal 27 ayat 1 UU ITE adalah sebagai berikut:

"Setiap orang Berhubungan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat menmemperoleh diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Hak atas foto Fachrul Reza/NurPhoto via Getty Images
Image caption SAFEnet menyampaikan bukan tidak mungkin pasal ini digunakan kembali bagi mengintimasi perempuan yang lain.

Ellen menyebut pasal ini sebagai "pasal karet" dan "bias gender". Pasalnya, tidak mengurangi ada definisi yang jelas terkait kesusilaan dalam UU ITE.

"Pun, kalau dicek di KUHP itu juga tidak mengurangi ada definisi yang jelas tentang kesusilaan. Jadi susila ini apa, tindakan kesusilaan itu apa? Apakah asusila itu terus berdasar pada tubuh perempuan?"

"Ini kita yang masih tidak mengurangi tahu, definisi belum jelas. Makanya kita melihat pasal 27 ayat 1 ini karet," kata dia.

Sementara, dalam UU Anti-Pornografi dijelaskan bahwa sesuatu disebut produk pornografi apabila ada unsur ketelanjangan atau yang mengesankan ketelanjangan.

Sementara di postingan Tara Basro tidak mengurangi ada alat kelamin yang terlihat dengan Penjelasan terperinci, harusnya tidak bisa disebut dengan pornografi ya," kata Ellen.

SAFEnet mendesak pemerintah provinsi untuk mengkaji ulang Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang tidak mengurangi memiliki kejelasan unsur sehingga bersifat multitafsir dan pada implementasinya memiliki bias gender yang merugikan perempuan.


Artikel ini telah diterbitkan oleh www.bbc.com dengan judul Foto Tara Basro: Hak perempuan atas tubuhnya dan batasan pornografi - BBC News Indonesia.
Silahkan share jika bermanfaat.

powered by Blogger News Poster

Post a Comment

0 Comments