Penulis: Rusdianto Samawa, Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI), Menulis dari Pulau Bajo Zona Rumput Laut Desa Bajo, Kec. Kowangko Kab. Dompu - NTB
Sudah dua hari berada di Pulau Bajo, Kowangko Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Saat ini, kesekian kali memasuki wilayah ini. Semacam reuni bersama para sahabat lama. Dulu, masa 1997 menginjakan kaki di Pulau Bajo karena sepupu satu menikah dengan orang Pulau Bajo.
Semasa terkenal Kepala Desa Kowangko bernama: Kaharuddin (Purnawiran TNI), sekarang - mungkin beliau menjadi anggota DPRD Dompu. Saya dengar begitu. Katanya: anggota DPRD yang paling sugih, loyal, dan merakyat. Kowangko terkenal dua hal, yakni: Seni Musik, Alkohol dan Rumput Lautnya. Terutama seni musik ini, tidak sedikit orang kecamatan Tarano, seperti Dusun Bonto Desa Labuhan Bontong, Desa Banda, Dusun Karongkeng Desa Bantuan Lante.
Termasuk saya sendiri, kalau ingat kisah ini kadang ketawa sendiri, lucu dan menggelikan. Karena hobi sebagian pemuda Desa Bonto "Ngayo Joget," hanya untuk Joget dan menyanyi itu kadang acara pengantin dari Terujung, Labuhan Jambu, Kunil, Pidang, Kowangko, Dompu dan Bima.
Saking asyiknya dan usil, teman sengaja mencari informasi, merilis dan mengelist acara resepsi pernikahan yang memiliki acara undangan Band Dompu dan Band Bima. Wah, kalau dibayangkan asyik, dinamika Pandangan hidup, bertemu new friends,
Seni Musik ini, hanya digelar ketika ada acara perkawinan. Musik Band Bima pada malam hari itu membuat banyak orang tertarik. Karena, Band Bima mengisi acara dari setelah resepsi hingga ketemu pagi. Biasanya, pemangku acara juga menyediakan Hewan pemakan daging, snack, dan keamanan. Kadang, tidak mengurangi peduli ribut antar pemuda.
Nah, Pulau Bajo ini, kebetulan sepertinya teluk, hidup diatas air laut. Dulu kampung nelayan ini, dibangun diatas daratan kecil, hanya hitungan meter. Orang pertama di Pulau ini berasal dari Suku Bajo juga. Turun temurun terus menimbun atau reklamasi. Akhirnya, menjadi pulau.
Saya baru mengetahui Pulau Bajo Kowangko Dompu ini ada tahun 1997. Berkat sepupu satu saya itu. Ternyata sudah lama, sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, sudah ada pulau Bajo ini. Masuk ke sana, alat transportasinya: "perahu mesin tempel." Kira-kira 35 menit menyebrang kesana. Ukuran kapal kayu (perahu), bukan Fiber Class sekitar 15 - 30 Gross Ton. Arus air laut tidak besar. Karena Pulau ini dikelilingi bukit (Teluk).
Sekarang, kita bisa lihat hamparan jalan masuk menuju Pulau Bajo ini. Sebagian sudah aspal. Tahun 1997 masih proses awal reklamasi jalan masuk. Baru mulai menimbun batu. Sekarang, jalan masuk telah panjang, sebagian aspal. Walaupun belum sepenuhnya tersambung hingga ke dalam kampung Pulau Bajo.
Kondisi perkampungan nelayan Pulau Bajo: dulu air harus diangkut dari Kowangko. Angkutnya pakai kapal. Penjual airnya, ada pengusaha air minum, pakai truk tangki dan truk jerigen. Dari truk inilah masyarakat Pulau Bajo membeli air untuk mandi dan minum.
Termasuk saya paling heran, walaupun air susah. Wanitanya itu putih-putih, cantik, rata-rata berambut panjang. Mungkin karena tak ada salon kecantikan. Walaupun begitu, tak sedikit lelaki muda - muda masa itu tertarik pada anak nelayan yang cantik-cantik, bak bidadari mutiara laut itu.
Kemaren, saat masuk perkampungan Bajo: sahabat lama banyak yang heran. Sebut saja seorang "Jaelani" panggilan Jae, yang berprofesi Petani Rumput Laut dan Nelayan sejak muda, umur 10 tahun sudah berprofesi nelayan. Ya, saking keras hidup di Pulau Bajo. Sama juga dengan saya Belajar sendiri, umur 10 tahun sudah pikul "Rangala" alat bajak buatan dari kayu. Bedanya: Jae di laut, saya di darat. Kadang saya juga di laut karena segala keluarga berasal dari Nelayan, petambak udang, bandeng, petani garam dan pedagang bakulan.
Saya minta Jae dalam rangka reuni, membawa saya keliling pakai: "Beggo" kapal ukuran 30 Gross Ton. Ternyata hamparan rumput laut terlihat menghijau disisi utara dan selatan pulau Bajo. Banyak petani berkebun di laut. Hasilnya melimpah dan ada juga masa naik turun hasilnya. Ketergantungan harga rumput laut yang masih murah meriah.
Saya melihat masa depan optimisme NTB dari Pulau Bajo ini. Limpahan hasil kelautan dan perikanan tangkap menyertai kerja-kerja masyarakat nelayan Pulau Bajo. Bahkan, masyarakat berpendapat: "tinggal mengelola Berhubungan dengan baik, dibantu fasilitas dan difasilitasi oleh BUMD - BUMD yang ada untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan maupun petani rumput laut."
Ternyata, setelah diverifikasi: "benar Pembayaran sekaligus, Pulau Bajo termasuk salah satu sentra rumput laut yang masuk dalam peta map industrialisasi nasional karena produksinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Rumput Laut Pulau Bajo ini, kategori ekspor.
Memang, dulu dikatakan hasil olahan rumput laut kurang berkembang. Ya benar. Sala satu faktor tidak mengurangi berkembang, akibat lemahnya dukungan perbankan. karena teknologi rumput laut memerlukan dana yang besar. Itulah sebenarnya, kelemahan sekaligus tantangan petani rumput laut Pulau bajo. Teknologi olahan rumput laut memang mahal sehingga dukungan perbankan itu sangat penting.
Kedepan, penting bagi pemerintah Provinsi NTB yang menggusung visi industrialisasi agar dapat memobilisasi perbankan, terutama bank daerah untuk memperhatikan Berlebihan dekat petani rumput laut. Ini harapan NTB Gemilang dilaut.
Saat ini volume rumput laut masih rendah sehingga belum bisa menjadi industri. Padahal NTB itu sangat di dukung oleh pemerintah pusat, bahkan NTB ditetapkan sebagai Road Map (Peta Jalan) pembangunan Industrialisasi rumput laut. Mestinya, peluang ini terus diolah, dimatangkan, dan dijalankan.
Bayangkan, masyarakat nelayan dan pembudidaya rumput laut Pulau Bajo saja bisa menghasilkan puluhan ribu ton. Sebenarnya, NTB bisa menjadi eksportir utama. Kalau dari data dinas Kelautan dan Perikanan bahwa: Sumbawa tahun 2014 terdapat 14.950 Ha (62,30 %) budidaya rumput laut dengan potensi produksi 897.000 ton per tahun. Pembudidayaan dilakukan sejak tahun 1993 - 2014 dipulau Medang, Labuhan Kuris, Labuhan Pidang, Labuhan Terata dan Sangoro. Luas lahan yang dimanfaatkan sebesar 5.028,93 Ha (33,64%) dengan produksi pada tahun 2013 sebesar 250.000 ton basah 31.250 ton kering. Berarti masih dibawah jumlah potensi.
Sementara Kab. Bima tahun 2015 target produksi rumput laut yaitu sebesar 918.021 ton basah. Sementara hasil panen tahun 2016 sebesar 770.374 Ton. Jika melihat realisasi produksi rumput laut di Provinsi NTB tahun 2016 tembus diangka 1.080 ton menunjukan melampaui target. Sebagian besar produksi berada di kawasan pesisir Kabupaten Sumbawa yang mencapai 500 ton lebih, kemudian disusul Lombok Timur sebanyak 170 ton, Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Untuk tahun 2017 lalu, target produksi rumput laut sebanyak 950 ton. Kemudian, tahun 2018 adalah Kab. Bima 78.300 ton, Kota Bima 700 ton dan Kab. Dompu 33.600 ton. Potensi budidaya rumput laut juga menjadi salah satu pendukung produksi Berhubungan dengan luas yang mencapai 13.850 Ha yang ada disekitar Kab. Dompu dan Kab. Bima.
Diantaranya termasuk kontribusi Pulau Bajo Kowangko Dompu sebesar 800 hektar. Tahun 2018 hasil panen rumput laut macam Sargassum sejumlah 40 Ton. Potensi produksi rumput laut Pulau Bajo saat ini, sebesar ratusan ribu ton. Tentu potensi dan peluang yang besar ini diharapkan menmemperoleh mendukung ekspor hasil kelautan dan perikanan NTB dan mendukung langkah visi misi industrialisasi dalam memenuhi permintaan pasar internasional.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menargetkan produksi rumput laut tahun 2018 mencapai 1 juta ton. Sasaran tersebut sengaja ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Namun tidak tercapai 1 juta ton. Hanya 60 persen. Tetapi, target ekspor sudah berhasil menyasar berbagai negara - Kompatriot utama pengimpor rumput laut asal NTB di antaranya Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Denmark, Jerman, Filipina, dan Vietnam.
Nusa Tenggara Barat (NTB), sangat potensial bisa mencapai 1 juta ton, bahkan lebih. Karena sentra produksi rumput laut tersebar disembilan kabupaten / kota, kecuali Kota Mataram. Sentra produksi rumput laut terbesar berada di Kab. Sumbawa target produksi capai 498.417 ton pada 2018, disusul Lombok Timur 174.770 ton, Bima 78.300 ton, Lombok Barat 76.925 ton, Sumbawa Barat 90.000 ton, Lombok Tengah 47.275 ton, Dompu 33.600 ton, Kota Bima 700 ton, dan Lombok Utara 13 ton.
Bagi masyarakat Pulau Bajo yang dominan nelayan dan pembudidaya Rumput laut, potensi tersebut sangat bagus untuk memacu pendapatan perkapita keluarga rumah tangga masyarakat Pulau Bajo. Besarnya jumlah produksi itu, sesungguhnya telah memposisikan Pulau Bajo sebagai pemasok lumbung pangan NTB. Meski berposisi sebagai pulau kecil, tetapi berkolerasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi para nelayan. Termasuk belum berdampak signifikan terhadap penurunan angka stunting/gizi buruk.
Untuk mewujudkan target produksi, pemerintah harus mendorong para nelayan dan pembudidaya memakai bibit unggul yang tahan terhadap serangan hama penyakit agar volume produksinya lebih bagus. Lagi pula, harus di dukung oleh skema perbankan sehingga dapat tercapainya peningkatan produksi rumput laut secara berkelanjutan.
Terpenting, yang harus diperhatikan Pemprov, keluhan petani rumput laut Pulau Bajo Kowangko adalah harga yang belum menjanjikan. Harga jual sekitar Rp7 ribu hingga Rp9 ribu /kg. Akibatnya, petani kurang termotivasi. Karena itu, produksi rumput laut dimanfaatkan untuk produk olahan, tampaknya kue, dan produk olahan yang terdapat nilai tambah.
Karena itu, diharapkan mampu meningkatkan produksi rumput laut yang berkualitas sehingga bisa bersaing dipasar nasional maupun internasional. Selain itu, menjamin adanya distribusi kesejahteraan dan ekonomi bagi masuarakat pesisir dan para nelayan disekitar wilayah perairan Pulau Bajo Kowangko Dompu. Peran dan dukungan Pemprov Pusat, Daerah: Provinsi dan Kab/Kota maupun Bank NTB Syariah serta BUMD. Petani, nelayan dan pembudidaya sangat membutuhkan peran serta tersebut, agar rumput laut Pulau Bajo ini, terus maju dimasa yang akan datang.[]
Artikel ini telah ditampilkan oleh telusur.co.id dengan judul Melihat Optimisme NTB Gemilang dari Petani Rumput Laut Pulau Bajo, Kowangko, Dompu: Ditengah Badai Covid-19
- Telusur.
Silahkan share jika bermanfaat.
powered by Blogger News Poster
0 Comments